LKKS



Senin, 15 Juni 2015

26 PASANG SUAMI ISTRI IKUTI ITSBAT NIKAH





Sebanyak 26 pasang suami istri dari 15 kecamatan di Kabupaten Kuningan yang sebelumnya telah melakukan pernikahan, namun tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) akhirnya resmi memiliki pengakuan dari negara. Keabsahan secara hukum tersebut dimiliki melalui itsbat nikah yang digelar Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS). Senin (15/6/2015) di Masjid al Munawwar Kelurahan Purwawinangun.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh LKKS tersebut bekerjasama dengan Pengadilan Agama, serta Kementerian Agama Kabupaten Kuningan merupakan kegiatan rutin sejak 2010, selain menggelar itsbat nikah LKKS juga melangsungkan penyerahan akta kelahiran bagi 30 anak yang orangtuanya mengikuti itsbat nikah.
Ketua Panitia Wibawa Gumbira, S.Sos, M.Pd mengatakan, acara ini sesuai dengan perda nomor 3/2014 tanggal 13 maret 2014 tentang petunjuk pelaksanaan sidang itsbat nikah. Sidang itsbat nikah sendiri dilaksanakan dengan hakim tunggal sebagai pemeriksa dan penetapannya inkracht (berkekuatan hukum tetap).
“Sehingga hari itu juga dapat mengurus akibat hukum dari penetapan itu, yaitu pihak kantor kemenag melalui KUA yang terkait dapat mengeluarkan akte nikah sebagai jaminan kepastian status hukum pernikahan mereka,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, pihak disdukcapil dapat mengeluarkan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi yang belum mempunyai, serta anak-anak hasil perkawinan pasutri tersebut.
Sementara itu Bupati Kuningan Hj. Utje Ch Suganda, S.Sos, M.AP mengatakan, kegiatan ini cukup memiliki peran sentral dengan tujuan untuk meningkatkan derajat dan martabat keluarga yang tidak mampu melalui ikatan perkawinan yang sah secara hukum. “Dengan harapan masa depan orang tua dan anak-anaknya bisa sejajar dengan keluarga yang lain dan terdaftar sebagai keluarga yang tercatat di KUA,” katanya.
Menurutnya, kegiatan ini dalam rangka membantu program pemerintah agar masyarakat sadar hukum dan meminimalisasi nikah usia dini, nikah adat atau nikah yang tidak sesuai dengan undang-undang perkawinan Republik Indonesia. Sasaran kegiatan ini, calon pengantin yang siap menikah tapi tidak mampu biaya nikah, yang sudah menikah sah menurut agama tapi belum tercatat di KUA dan adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1/1974.
Kaitannya dengan UU tersebut Bupati Menjelaskan jika perkawinan yang sah harus memenuhi syarat agama dan catatan hukum. “Perkawinan adalah peristiwa yang membahagiakan dan layak diberitahukan karena berkaitan dengan status sosial di tengah masyarakat.” ***beben